Selasa, 15 Februari 2011

CAPACITY BUILDING KEWIRAUSAHAAN

CAPACITY BUILDING KEWIRAUSAHAAN
(Pendidikan, Pelatihan, dan Pendampingan Bagi Pemuda Putus Sekolah dan Korban PHK menuju pilot project percontohan nasional di Provinsi Jawa Barat)

A.     Latar Belakang
Program Pendanaan Kompetisi Akselerasi Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (PPK- IPM) Jawa Barat yang kini memasuki awal tahun keempat, memang telah memberikan hasil yang positif. Meski target pencapaian IPM di Jawa Barat sebesar 80 menjadi ”molor” hingga tahun 2015, namun sebagian besar  kabupaten/kota di Jawa Barat pun terjadi kenaikan dalam IPM. Dan ini sebenarnya menjadi kesempatan daerah-daerah di Provinsi Jawa Barat untuk terus mencapai peringkat yang lebih baik.
Pertanyaannya adalah, apakah dengan kurun waktu 6-7 tahun ke depan, Jawa Barat mampu mengejar target yang telah ditetapkan? Apakah ini bukan terlalu ambisius? Lalu, bagaimana faktanya sekarang ini?
IPM semua kabupaten/kota di wilayah Provinsi Jawa Barat memang mengalami kenaikan yang bervariasi. Namun secara umum terjadi kenaikan satu poin setiap tahun di provinsi ini. Kalau asumsi ini terus digunakan, maka target IPM 80 setidaknya akan dicapai pada tahun 2017. Sebab data IPM tahun 2007 saja sudah baru mencapai angka 70,3. Kecuali jika setiap tahun Provinsi Jawa Barat mampu menaikkan dua angka setiap tahun, maka provinsi ini bisa mencapai target yang ditetapkan sebelum tahun 2015. Sejumlah kabupaten/kota mengalami kenaikan yang begitu menggembirakan, sementara yang lain relatif lambat. Memang telah terjadi perbedaan laju kecepatan peningkatan IPM dan ini tergantung pada tinggi rendahnya angka IPM yang dicapai.
Beberapa kabupaten yang masih kecil IPM-nya antara lain; Indramayu, Cirebon, Cianjur, Karawang, dan Majalengka. Sementara, beberapa Kota penyanggah ibukota seperti Kota Depok, Bekasi, dan Bogor merupakan daerah yang IPM-nya tinggi. Bagi daerah yang disebutkan terakhir ini sebenarnya cukup sulit untuk meningkatkan angka IPM atau kita sebut sebagai hardrock. Sebaliknya, sangat mudah bagi daerah yang masih memiliki IPM tergolong rendah (softrock). Dalam temu kerja PPK-IPM tahun lalu, telah diberikan penghargaan kepada Pemerintah Kabupaten Indramayu atas komitmen tertinggi terhadap peningkatan IPM. Hal ini tentu dianggap lumrah, karena memang selama ini kabupaten ini masih dalam kategori softrock, yang masih dapat menggenjot IPM.
IPM melakukan pengukuran rata-rata capaian setiap individu yang menyangkut tiga dimensi dasar dari proses pengembangan kualitas manusia. Pengukuran itu dilakukan dengan menetapkan beberapa asumsi dasar, bahwa manusia yang berkualitas memiliki ukuran sebagai berikut. Pertama, manusia yang dapat hidup sehat dan panjang umur, sebagaimana diukur dengan Angka Harapan Hidup (AHH). Kedua, manusia yang memiliki Kecakapan dan pendidikan yang diperlukan bagi hidupnya, sebagaimana tercermin melalui indikator Angka Melek Huruf (AMH) dan Rerata Lama Sekolah (RLS). Dan ketiga, manusia yang dapat mencapai standar hidup layak, sebagaimana diukur dengan pengeluaran perkapita riil disesuaikan.
Dari tiga indikator IPM, indeks pengeluaran per kapita riil disesuaikan, mungkin sulit ditingkatkan. Hal itu sangat bergantung pada kondisi makro ekonomi nasional, bahkan global. Karena itu, sektor pendidikan dan kesehatan praktis menjadi andalan IPM. Diperlukan strategi ekstra melalui upaya-upaya sebagai berikut. Pertama, pembangunan sektor kesehatan di Jawa Barat perlu dilakukan secara lebih efisien lagi, untuk memacu peningkatan AHH dalam waktu yang relatif singkat. Konsentrasi dalam peningkatan mutu pelayanan kesehatan massal sangat diperlukan untuk memacu peningkatan AHH, terutama pada kabupaten seperti Garut, Cirebon, Cianjur, Majalengka, dan Indramayu. Indeks kesehatan Kabupaten Garut misalnya pada tahun 2008 masih menempati urutan terbawah dibandingkan dengan daerah lain di Jawa Barat, yang mencapai 67,01 poin. Nilai tersebut terpaut 5,33 poin dari indeks kesehatan di Provinsi Jawa Barat yang kini mencapai 70,03 poin. Meski terjadi peningkatan, kinerja pembangunan kesehatan di Garut tidak cukup untuk menaikkan indeks kesehatan dari urutan terbawah di Jawa Barat.
Menurut Wakil Bupati Garut, rendahnya indeks kesehatan di Garut, antara lain disebabkan terbatasnya infrastruktur kesehatan dan masih kurangnya tenaga medis, terutama di daerah pedalaman Dalam mengejar ketertinggalannya di bidang kesehatan, Kabupaten Cianjur juga telah mencanangkan Cianjur Sehat 2011, melalui pendirian Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) pada program Desa Siap Antar Jaga (Desa Siaga). Diharapkan pada tahun 2009 ini semua desa dan kelurahan telah memiliki bangunan Poskesdes agar masyarakat secepatnya mendapatkan pelayanan kesehatan yang prima. Program Desa Siaga sendiri sebenarnya sudah dikembangkan di semua desa dan kelurahan yang ada di Cianjur (Pikiran Rakyat). Faktor kesehatan sendiri sebenarnya dapat dijelaskan dengan variabel yang dapat dirubah (maleable factors) dalam waktu yang lebih singkat, melalui intervensi pembangunan dan program-program pelayanan kesehatan masyarakat secara lebih meluas, merata, dan berkeadilan. Namun, AHH ini juga bisa dijelaskan oleh faktor kedua, yaitu faktor yang sulit dirubah (unmaleable factor ) oleh kebijakan pemerintah daerah dalam waktu singkat, seperti faktor cuaca, pola makanan, keadaan alam, serta kebiasaan masyarakat tertentu yang mempengaruhi panjangnya usia penduduk.
Pemerintah Kabupaten Bandung pernah menyusun roadmap bidang kesehatan dengan mengusung dua program untuk PPK-IPM yakni pelayanan ”Murah” (Mulus Rahayu) dan ”Gemas Dukung” (Gerakan Masyarakat Peduli Lingkungan, kedua program ini dimaksudkan untuk meningkatkan AHH. Inti dari program pelayanan ”Murah” adalah optimalisasi peran dan fungsi polindes mandiri dalam pelayanan kesehatan ibu menuju desa siaga. Sedangkan program pelayanan ”Gemas Dukung” dilakukan melalui kampanye Perilaku Hidup Bersih dan sehat (PHBS) dan sarana lingkungan sehat. Kedua, adalah peningkatan angka melek aksara secara lebih intensif. Peningkatan AMH merupakan push factor yang sangat signifikan dalam pencapaian IPM. Berdasarkan ukuran IPM, sub-indikator AMH memiliki bobot dua pertiga dibanding RLS yang hanya bernilai sepertiga dalam menghitung indeks pendidikan. Peningkatan melek huruf perlu memperhatikan prioritas pada kantong-kantong buta aksara di Jawa Barat yang masih cukup meluas, terutama di wilayah pantura. Di samping itu, perluasan pendidikan keaksaraan dasar perlu dilanjutkan dengan pendidikan keaksaraan fungsional (functional literacy) dan keaksaraan mandiri (advance literacy) untuk memberikan kecakapan bekerja bagi para aksarawan baru, sehingga akan menjadi push factor juga dalam peningkatan pendapatan keluarga.
Pada indikator AMH, terlihat data yang cukup menarik. Meski persentase buta aksara di provinsi Jawa Barat relatif kecil, yaitu sekitar 3,51 persen, namun secara absolut jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang masih buta aksara masih tinggi yakni 1,02 juta jiwa. Jumlah tersebut lebih banyak didera oleh kaum perempuan. Karena itu, program upaya pemberantasan buta aksara tidak saja dimaksudkan untuk memerangi kebodohan tetapi juga berupaya mengangkat derajat kualitas perempuan sendiri. Terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) No. 5 tahun 2006 tentang ”Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara”, diharapkan dapat mampu memacu partisipasi seluruh tingkatan pemerintahan, berbagai komponen masyarakat termasuk organisasi perempuan, organisasi keagamaan, organisasi sosial, perguruan tinggi dan masyarakat secara luas untuk melaksanakan pemberantasan buta aksara, serta perluasan akses wajib belajar pendidikan dasar (wajar dikdas) 9 tahun. Ketiga, adalah melanjutkan dan lebih mengintensifkan lagi perluasan dan pemerataan pendidikan dasar melalui peningkatan angka partisipasi pendidikan dan mengurangi jumlah putus sekolah di kabupaten/ kota wilayah Provinsi Jawa Barat. Menurut data Balitbang Depdiknas tahun 2007/2008, Angka Partisipasi Murni (APM) untuk SD/MI dan Angka Partisipasi Kasar (APK) untuk SMP/MTs di provinsi ini sudah mendekati 95,35 persen dan 88,90 persen. Sementara itu, jumlah anak yang putus sekolah di provinsi ini mencapai 1,26 persen dan 2,63 persen untuk SD/MI dan SMP/MTs.
Peningkatan angka partisipasi pendidikan tentu akan mendongkrak rata-rata lama sekolah di provinsi ini, terutama bagi kabupaten seperti: Indramayu, Sukabumi, Cianjur, Cirebon, Subang dan Karawang. Kabupaten-kabupaten ini masih jauh tertinggal dalam pencapaian tingkat pendidikan penduduk usia sekolah dibanding kota-kota yang ada di provinsi Jawa Barat. Bahkan perbedaan tersebut sangat mencolok dan telah melampau pencapaian provinsi ini sendiri yang hanya 7,5 tahun. Artinya, bahwa tingkat pendidikan penduduk di Provinsi Jawa Barat setara dengan  kelas satu sekolah tingkat menengah pertama.
Bertumpu pada ungkapan di atas, faktor IPM masih tetap berjalan di tempat, hal ini lebih disebabkan oleh faktor pendidikan yang relatif masih rendah yang dicapai masyarakat dan pendidikan belum menjadi menjadi suatu komoditas yang dibutuhkan, pandangan masyarakat bahwa pendidikan masih dijadikan sarana sebagai upaya memperoleh selembar ijazah sebagai modal untuk mencari pekerjaan.
Pendidikan adalah proses sadar yang dilakukan orang dewasa untuk melakukan perubahan perilaku manusia. Namun proses penyadaran manusia melalui pendidikan semakin tertuju ke arah pragmatis, di mana proses pendidikan dalam konteks pembelajaran menghasilkan manusia-manusia pekerja. Orangtua sebagai peletak dasar penerapan pendidikan dalam keluarga sebagai langkah awal dalam pembentukan karakter bagi anak-anaknya ternyata belum menghasilkan sumber daya manusia yang tangguh dalam menghadapi berbagai tantangan yang terjadi di lingkungan sosial, begitu pula proses pendidikan yang diberikan pada lingkungan masyarakat cenderung memberikan pengaruh ke arah egosentris dan hedonisme. Hal ini pun tidak dapat disalahkan sepenuhnya terhadap proses pendidikan yang terjadi di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Masyarakat pada umumnya, bahwa pendidikan diperlukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat jangka pendek, misalnya bahwa mereka mengharapkan dapat menyelesaikan jenjang pendidikan sesuai dengan kemampuannya, dan pada akhirnya dengan berbekal selembar kertas ijazah dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk memasuki dunia kerja. Dengan harapan setelah memasuki dunia kerja dan dapat menduduki atau mengisi lapangan pekerjaan, mereka akan merasa nyaman bahkan berharap mendapatkan jaminan di masa tua. Namun pada kenyataannya bahwa harapan mereka dari hasil pendidikan tidak selalu linear dengan apa yang dihadapi. Tidak sedikit orang mengalami kekecewaan setelah memperoleh pendidikan dan ternyata tidak membuahkan hasil apa yang diharapkan dari hasil pendidikan dalam menjalani kehidupan di masyarakat.
Menurut para pelaku bisnis, bahwa pendidikan adalah suatu kebutuhan untuk membangun mental, emosional, spiritual, dan fisik untuk memasuki dunia bisnis. Kegagalan pendidikan tradisional yang diterapkan kepada pembelajar, yaitu selalu menekankan dengan rasa ketakutan untuk gagal, menganggap bahwa dalam menjalankan pembelajaran, jika melakukan kesalahan merupakan perbuatan dosa, yang akibatnya pembelajar menjadi kurang memiliki keberanian untuk melakukan sesuatu yang memberikan manfaat bagi kehidupan, karena selalu dihantui dengan rasa takut bersalah, sehingga jika melakukan kesalahan, selalu menutupinya dengan cara berbohong.
Memperhatikan kondisi masyarakat yang saat ini sedang “tidur” karena terlalu banyak dicekoki “pil tidur” yang bermerek program yang kurang mendorong masyarakat untuk bangun dari kemalasan dan berpikiran instans. Oleh karena itu, diperlukan suatu terapi yang berkelanjutan, yaitu melalui pendidikan, pelatihan, dan pendampingan kewirausahaan.


B.    Tujuan
Secara umum tujuan kegiatan ini adalah:
1.    Mendidik para pemuda dan korban PHK dalam bidang kewirausahaan.
2.    Melatih pemuda dan korban PHK membangun TIM usaha dan menjadi peer educator bagi rekan usaha.
3.    Melatih Pemuda dan Korban PHK menyusun rencana usaha.
4.    Melatih Pemuda dan Korban PHK membuat rencana aksi dalam memotivasi semangat berusaha.
5.    Memberikan pendampingan dalam membuat perencanaan, pelaksanaan usaha, sampai peserta memiliki keterampilan usaha yang mampu membuka lapangan pekerjaan sendiri.
Secara khusus tujuan kegiatan ini adalah:
  1. Memiliki karakter personal dalam bidang kewirausahaan.
  2. Memiliki wawasan kewirausahaan.
  3. Memiliki potensi diri dalam kewirausahaan.
  4. Memiliki kepercayaan diri untuk berhasil.
  5. Berdirinya korporat bidang kewirausahaan.
  6. Lahirnya pemimpin yang memiliki daya juang dalam kewirausahaan.
  7. Terciptanya kreatifitas warga belajar dalam wirausaha.

C.    Materi Pendidikan, Pelatihan, dan Pendampingan
Materi Pendidikan, Pelatihan, dan Pendampingan (P3) dilaksanakan oleh TIM dari Lembaga Penyelenggara bekerjasama dengan instansi terkait di Lingkungan Pemerintahan Provinsi/Kabupaten/Kota dan atau pihak donasi, berikut ini rincian materi P3, sebagai berikut:


Tabel 1
Struktur Program

No
Materi
Jam
Fasilitator
1.
Pembukaan
1

2.
Orientasi Program
1

3.
Materi Pokok
1

4
Pengetahuan Dasar Kewirausahaan
11

5
Kecerdasan Emosional
11

6
Teknik Komunikasi 
11

7
Kepemimpinan
11

8
Psikologi Kewirausahaan
11

9
Kecerdasan Spiritual
12

10
Manajemen Keuangan
12

11
Manajemen Marketing
12

12
Strategi Kewirausahaan
12

13
Pengantar Keterampilan Budidaya Lele
12

14
Pengantar Keterampilan Budidaya Ternak Itik
12

15
Pengantar Keterampilan Budidaya Tani Jamur 
12

16
Pengantar Keterampilan Perbengkelan Motor
12

17
Budidaya Tani Lele
24

18
Budidaya Ternak Itik
24

19
Budidaya Tani Jamur
24

20
Teknik Motor
24

21
Monev
1

22
Penutupan
1


Jumlah
252


D.    Metode dan Strategi Kegiatan
1.    Metode Kegiatan
Metode yang digunakan dalam Program Pendidikan, Pelatihan, dan Pendampingan (P3) Kewirausahaan dalam upaya membangun ekonomi kerakyatan, yaitu melalui Brainstroming (urun rembuk), FGD Ceramah, Action Research (Penelitian Tindakan melalui studi kasus), Bermain Peran, dan dengan menggunakan sistem Training Brounding, serta Kegiatan di Alam terbuka (KIAT)/Outbound di mana seluruh peserta dikarantinakan dalam suatu tempat atau lokasi, sehingga peserta dapat konsentrasi dalam mengikuti P3. Seluruh peserta akan mendapatkan materi yang berkaitan dengan karakteristik pembangunan mental kewirausahaan, selain itu peserta diberikan kesempatan untuk melakukan praktek lapangan sesuai dengan model wirausaha yang hendak dibangun setelah selesai mengikuti P3, dan pihak lembaga akan memberikan pendampingan dalam menjalankan usahanya bagi seluruh peserta.
  Secara umum konteks dan lingkup kegiatan P3 ini dapat dilihat pada Gambar 1














Gambar 1
Lingkup Kegiatan Pendidikan, Pelatihan, dan Pendampingan Kewirausahaan

 Secara teknis, pelaksanaan rekruitmen peserta Pendidikan, pelatihan, dan pendamping ini telah dilakukan dan bekerjasama dengan Dinas-Dinas Terkait atau dengan para Camat dan Lurah/Kepala Desa serta seluruh steakholder. Pendidikan, Pelatihan, dan Pendampingan yang akan diselenggarakan merupakan proses belajar aktif dengan pendekatan andragogi (belajar bagi orang dewasa) sebagai lawan dari pendekatan pedagogi.
Rencana kegiatan Pendidikan, Pelatihan, dan Pendampingan akan berlangsung selama 10 (sepuluh) hari atau setara 240-250 jam dengan pembagian, yaitu 60% peserta dibekali berbagai teori tentang kewirausahaan (entrepreneur), dan 40% peserta akan melaksanakan praktek lapangan sesuai dengan jenis usaha yang dilatihkan dan dilakukan secara berkelompok. Selama peserta melakukan praktek lapangan akan didampingi oleh tenaga ahli, baik dari dalam maupun luar lembaga P3.

2.    Strategi Kegiatan
Guna mencapai sasaran dan tujuan P3, maka strategi penyelenggaraan P3, secara umum dapat dilihat pada alur di bawah ini:








Pembukaan ........ Orientasi Kegiatan .......Materi 1.............. materi 2
                                                                                                               !
                                                                                                               !
Praktek .......Outbond Leadership............... dst .............. Materi 3
      !
      !
Pemilihan Tim Terbaik ..........Penutupan









Orientasi program P3, seluruh peserta ditugaskan untuk membentuk kelompok atau tim yang berjumlah 10 orang dalam satu tim, setelah tim terbentuk, peserta mengidentifikasi jenis usaha yang diminati dan disepakati oleh tim sesuai dengan jenis usaha yang dilatihkan. Hal ini diperlukan untuk rintisan usaha berikutnya setelah menyelesaikan kegiatan P3 dan akan menjadi kelompok binaan lembaga secara berkelanjutan, sedangkan untuk kegiatan praktik lapangan, lembaga telah menentukan 4 jenis usaha, yaitu budidaya lele, ternak itik, usaha jamur, dan bengkel motor. Alasan pemilihan 4 jenis model usaha tersebut didasarkan pada hasil penjajagan dan adanya para petani jamur, budidaya lele dan itik, serta beberapa bengkel yang telah memberikan kesediannya untuk dijadikan tempat praktik bagi peserta P3. Pada tingkat pendalaman terhadap materi yang diberikan, peserta didampingi tutor akan dibawa ketempat yang telah ditentukan lembaga, seperti: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga kependidikan Pertanian (Vedca) yang berlokasi di Cianjur; Balai Penelitian dan Pengembangan tanaman sayuran yang berlokasi di Jayagiri Lembang, serta para wirausaha itik dan lele di cianjur.
Adapun untuk kegiatan pendampingan kepada seluruh peserta, lembaga akan menyisihkan sebagian anggaran untuk modal awal peserta yang sudah dibentuk tim untuk menjalankan usahanya melalui pendapingan dari lembaga.
Proses pendampingan usaha dimaksudkan agar peserta secara maksimal dapat mengembangkan usaha dan permodalan dapat digulirkan pada anggota dari tim secara rolling system.
Selama berlangsung P3 seluruh peserta akan memperoleh pengetahuan dan wawasan tentang kewirausahaan dan kepemimpinan yang dilaksanakan di dalam kelas, sedangkan kegiatan di alam terbuka peserta akan memperoleh pelatihan tentang cara penetapan tujuan, membangun pemahaman dalam pembentukan tim, dan menggalam kerjasama tim.
  1. Tindak Lanjut Hasil P3
Seluruh peserta yang telah mendapatkan pendidikan, pelatihan, dan pendampingan kemudian dibentuk tim sesuai dengan jenis usaha yang hendak dibangunnya. Dalam satu tim terdiri atas 10 orang yang memiliki keinginan berbeda dalam usaha, tetapi tim akan menjalankan usaha yang telah disepakatinya. (contoh: ternak itik).
Sebelum memulai usahanya tim terlebih dahulu membangun visi sesuai dengan jenis usahanya, selanjunya tim menyusun rencana strategis dan menyusun anggaran untuk menjalankan usaha. Seluruh kegiatan tim selama menjalankan usahanya didampingi oleh para tenaga ahli yang disediakan oleh volunteer foundation.
Hasil usaha yang dicapai tim akan dikembangkan pada usaha lain yang diberikan kepada anggota timnya  

E.  Lokasi
Kegiatan Pendidikan, dan Pelatihan dipusatkan satu tempat, yaitu di Bandung sebagai tempat kegiatan pembelajaran, yaitu di Balai Pelatihan Pendidikan Luar Sekolah yang berlokasi di Jayagiri Lembang. Sedangkan praktek lapangan dilaksanakan sesuai dengan program yang dilatihkan, yaitu untuk tani budidaya lele dan itik bertempat di Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga kependidikan Pertanian (Vedca) yang berlokasi di Cianjur dengan  Balai Penelitian dan Pengembangan tanaman sayuran yang berlokasi di Jayagiri Lembang serta bengkel motor yang ada di kota Bandung.

F.    Subjek atau Sasaran
Yang menjadi subjek P3, yaitu bidang kewirausahaan dan pembentukan karakter, sedangkan sasarannya, yaitu para pemuda putus sekolah dan korban PHK yang berjumlah 50 orang yang rekrut dari 3 kabupaten/Kota, yaitu Kabupaten Bandung, Kota Bandung, dan Kota Cimahi.

G.   Waktu pelaksanaan pelatihan
Pelaksanaan P3 akan disesuai dengan ketersedian dana, baik yang didanai dari APBN, APBD atau Donatur. Namun sebagai bahan pertimbangan waktu, bahwa kegiatan P3 akan diselenggarakan selama 10 hari. Sedangkan pendampingan kepada peserta dilaksanakan setelah peserta memperoleh pembekalan teori dan praktek dan modal awal, proses pendampingan ini akan diberikan paling lama 6 bulan, selama proses pendampingan peserta atau tim binaan akan memperoleh bantuan yang berkaitan dengan manajemen usaha, manajemen keuangan, marketing, pengembangan usaha, dll yang dibutuhkan peserta binaan. 

H.   Personalia
1.    Penasehat                              : Prof.Dr.H. Mustofa Kamil
2.    Pembina                                 :  Dr. Ugi Suprayogi
                                                         Drs. Ade Sadikin, M.Si
             Drs. Nunu Heryanto, M.S
3. Ketua Pelaksana                    : Drs. Atang Andiwijaya, M.Pd
    Anggota                                   : Drs. Iik Nurulpaik, M.Pd
                                                        Drs. Joni Rahmat P., M.Si   
4.    Sekretaris                               : Angga SR, ST
      Anggota                                 : Yudiawan
                                                        Randy Kantina Wijaya
5.    Bendahara                             : Suparjan
6.    Seksi-seksi                            :
a.    Seksi Akomodasi            : Tatang Ruspitang
b.    Seksi Acara                      : Leo Yanmer S, ST
  Ayi Sumahyar
c.    Seksi Transportasi          : Subagio
d.    Seksi Penginapan          : Budi Nurdiana
e.    Seksi Out Bond               : Agung Sujiwo
  Haryadi Ardiwijaya
f.     Seksi Konsumsi              : Cucu Haryati
  Nur`aini, S.Sos
g.    Seksi Pendataan            : Enuy Setiawan
h.    Seksi Publikasi                Thomy Wahyudin, A.Md  

I.      Rencana Anggaran Biaya
PAGU ANGGARAN
PENDIDIKAN, PELATIHAN, DAN PENDAMPINGAN MENINGKATKAN DAYA JUANG MASYARAKAT
DALAM KETERAMPILAN USAHA SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN POTENSI SDM DI JAWA BARAT



NO
URAIAN KEGIATAN
VOLUME
RINCIAN BIAYA
JUMLAH
SATUAN
JUMLAH HARI
HARGA SATUAN
A.
Peserta
50
OB
10
 Rp      500.000,00
 Rp  250.000.000,00

1. Akomodasi
10%



 Rp     25.000.000,00

     a. Persiapan
10
OB
5
 Rp        50.000,00
 Rp       2.500.000,00

     b. Survei Lapangan
10
OB
5
 Rp      200.000,00
 Rp     10.000.000,00

     c. Penyusunan Proposal
4
OB
10
 Rp      150.000,00
 Rp       6.000.000,00

     d. Diskusi Proposal
17
OB
1
 Rp      200.000,00
 Rp       3.400.000,00

     e. Revisi Proposal
2
OB
2
 Rp      500.000,00
 Rp       2.000.000,00

     f. Proposal Jadi
1
OB
1
 Rp      500.000,00
 Rp           500.000,00

     g. Penggandaan dan Pengiriman Proposal




 Rp           600.000,00

2. Pelaksanaan
60%
OB


 Rp  150.000.000,00

     a. Hotel/Mess/Asrama
70
OB
10
 Rp      150.000,00
 Rp  105.000.000,00

     b. Makan
70
OB
10/3xmkn
 Rp        40.000,00
 Rp     28.000.000,00

     c. Snack
70
OB
10/2xsnack
 Rp        15.000,00
 Rp     10.500.000,00

     d. Kit Training
70
OB
0
 Rp        50.000,00
 Rp       3.500.000,00

     e. Materi Diklat
70
12 MDX25 lb
10
 Rp              150,00
 Rp       3.000.000,00

3. Monev
10%



 Rp     25.000.000,00

     a. Penyusunan Instrumen
4
OB
6
 Rp      250.000,00
 Rp       6.000.000,00

     b. Penyebaran Angket
10
OB
1
 Rp      200.000,00
 Rp       2.000.000,00

     c. Penyusunan Instrumen
5
OB
2
 Rp      100.000,00
 Rp       1.000.000,00

    d. Pengolahan Data
3
OB
5
 Rp      400.000,00
 Rp       6.000.000,00

    e. Validasi Data
3
OB
1
 Rp  2.000.000,00
 Rp       6.000.000,00

    f. Penyusunan Draft Laporan dan
       publikasi
4
OB
1
 Rp  1.000.000,00
 Rp       4.000.000,00

4. ATK (disesuaikan dengan kebutuhan dan harga)
5%



 Rp     12.500.000,00

5. Pendampingan
15%



 Rp     37.500.000,00
a. Budidaya lele (Tani Lele)
modal awal
Rp       9.000.000,00
b. Ternak Itik
modal awal
Rp       9.000.000,00
c. Tani Jamur
modal awal
Rp       9.000.000,00
d. Bengkel Motor
modal awal
Rp     10.500.000,00
B
Nara Sumber dan Kepanitian




 Rp  222.000.000,00

1. Nara Sumber
15
OH
10
 Rp  1.000.000,00
 Rp  150.000.000,00

2. Praktek Lapangan
70
OH
3
 Rp      250.000,00
 Rp     52.500.000,00

3. Kepanitian




 Rp     19.500.000,00







Total biaya yang dibutuhkan ( A [1 + 2 + 3 + 4 + 5] + B) =
 Rp  472.000.000,00
                                                                                                                                                                            Bandung,      Januari 2009
                                                                                                                                                                            Volunteer Andy's Entrepreneur
                                                                                                                                                                                         Ketua,
                                                                                                                                                                               Atang Andiwijaya

Lampiran 1.