Selasa, 14 Februari 2012

Penguasaan Konsep, Dasar-Dasar Berpikir

PENGUASAAN KONSEP: DASAR-DASAR BERPIKIR
Penerjemah: Dharma Kesuma dan Atang Andiwijaya

Skenario

Para siswa kelas VIII ibu Stern di Houton, Texas, sedang mempelajari karakteristik-karakteristik 14 kota terbesar AS.  Mereka telah mengumpulkan data tentang ukuran, suku bangsa, jenis industri, lokasi, dan sumber-sumber alam kota-kota tersebut.
Melalui kerja kelompok para siswa telah mengunpulkan informasi dan meringkasnya menjadi bagan-bagan atau tabel-tabel yang sekarang ditempel di kelas.  Pada suatu hari Rabu dalam bulan November, ibu Stern berkata,  “Sekarang mari kita mencobakan serangkaian kegiatan yang dirancang untuk membantu kita memahami kota-kota ini secara lebih baik.  Ibu sudah mengidentifikasi sejumlah konsep yang membantu kita membandingkan dan mempertentangkan kota-kota-kota itu.  Ibu akan memberi label pada bagan-bagan itu dengan ya atau tidak.  Jika kamu memperhatikan informasi yang tersaji dalam bagan itu dan berpikir tentang penduduk-penduduk dan karakteristik-karakteristik lainnya dari kota-kota itu, kamu akan mengidentifikasi gagasan-gagasan yang ada dalam pikiran ibu.  Ibu akan mulai dengan sebuah kota yang berlabel ya dan kemudian dengan sebuah kota yang berlabel tidak, dan seterusnya.  Pikirkanlah apa yang sama pada kota-kota yang berlabel ya tersebut.  Kemudian tuliskan setelah ya yang kedua gagasan yang menurut kamu menghubungkan kedua kota itu, dan tetap menguji gagasan-gagasan itu sepanjang kegiatan ini berlangsung.  Mari mulai dengan kota kita sendiri,” ia berkata.  “Houston, adalah sebuah kota yang berlabel ya.”
Para siswa memperhatikan informasi tentang Houston, ukurannya, industri-industrinya, lokasinya, komposisi suku-suku bangsanya.  Kemudian ibu Stern menunjuk ke kota Baltimore.
“Baltimore adalah tidak,” ibu Stern berkata.  Kemudian ia menunjuk ke San Jose.  “Ini adalah sebuah ya lagi,” ia berkomentar.
Para siswa mencari-cari sesaat informasi tentang San Jose.  Dua atau tiga siswa mengangkat tangan mereka.
“Saya pikir saya tahu apa itu yang dimaksud oleh ibu,” seseorang siswa berkata.
“Tunggu, simpan dulu gagasanmu itu,” ibu Stern menjawab.  “Perhatikan lebih lanjut apakah gagasanmu itu benar atau tidak.”  Ibu Stern kemudian memilih ya yang lainnya—Seatle.  Detroit adalah tidak.  Miami, adalah ya.  Ibu Stern melanjutkan kegiatannya hingga semua siswa berpikir bahwa mereka mengetahui konsep apa yang dimaksud, dan kemudian mereka mulai mendiskusikan konsep-konsep itu.
“Menurutmu apa itu, Jill?”
“Semua kota yang berlabel ya memiliki iklim sedang,”  Jill berkata;  “yaitu, tidak ada satupun dari kota itu yang beriklim sangat dingin.”
“Kota Salt Lake sangat dingin,” seorang siswa lainnya membantah.
“Betul, tetapi tidak sedingin seperti di Chicago, Detroit, atau Baltimore,” seorang siswa yang lainnya menyangkal.
“Saya pikir kota-kota yang berlabel ya itu semuanya adalah kota-kota yang tumbuh secara cepat.  Masing-masing kota itu meningkat lebih daripada 10 persen selama sepuluh tahun terakhir.”  Terdapat sebuh diskusi tentang hal ini.
“Semua kota yang berlabel ya memiliki banyak industri yang berbeda-beda,”  beberapa relawan lainnya berkata.
“Itu betul, tetapi hampir semua kota itu demikian,” sahut siswa yang lainnya.
Pada akhirnya para siswa memutuskan kota-kota yang berlabel ya adalah kota-kota yang sedang tumbuh cepat dan memiliki iklim yang relatif sedang.
“Itu benar,” Ibu Stern bersepakat.  “Itu sama persis dengan apa yang ada dalam pikiran ibu.  Sekarang mari kita melakukan hal ini lagi.  Kali ini saya ingin memulai dengan Baltimore, dan sekarang kota ini adalah ya.”
Kegiatan ini diulang beberapa kali.  Para siswa belajar bahwa Ibu Stern telah mengelompokkan kota-kota atas dasar perhubungan mereka dengan sungai, sumber-sumber alam, komposisi suku bangsa, dan beberapa dimensi lainnya.
Para siswa mulai memperhatikan pola-pola dalam data mereka.  Akhirnya Ibu Stern berkata, “Sekarang masing-masing dari kamu mencoba mengelompokkan kota-kota dalam sebuah cara yang menurut kamu penting.  Kemudian bergiliran pimpin kami melakukan kegiatan ini, membantu kami melihat kota-kota yang mana yang kamu tempatkan dalam sebuah kategori.  Kemudian kita akan mendiskusikan cara-cara yang  dapat kita lakukan dalam melihat kota-kota dan bagaimana kita dapat menggunakan berbagai kategori untuk berbagai kepentingan.”    

                     

Dalam skenario ini Ibu Stern sedang mengajari para siswanya bagaimana berpikir tentang kota-kota.  Pada saat yang sama ia mengajari mereka tentang proses kategorisasi.  Ini adalah suatu perkenalan terhadap model mengajar yang disebut penguasaan konsep        (concept attaintment).  Ibu Stern menginginkan para siswa belajar berpikir secara konseptual tentang apa yang sedang dipelajari dan bagaimana memiliki sebuah alat          (a tool) untuk menciptakan konsep dan untuk mengkomunikasikannya kepada orang lain.
Membantu anak-anak mempelajari konsep secara efisien adalah suatu kepentingan fundamental dari persekolahan.  Hingga sekarang (buku ini terbit tahun 1980), bagaimanapun, banyak pendidik yang tidak membedakan secara sadar pembelajaran konsep dari tipe pembelajaran lainnya, meskipun banyak model mengajar lainnya yang berguna adalah tidak efisien untuk pembelajaran konsep.

Kategorisasi, Pembentukan konsep, dan Penguasaan Konsep

Semua kegiatan kategorisasi melibatkan pengidentifikasian dan penempatan peristiwa-peristiwa kedalam kelas-kelas atas dasar penggunaan petunjuk-petunjuk (kriteria) tertentu dan mengabaikan yang lain-lainnya.  Dimisalkan seorang mahasiswi senior sedang mendeskripsikan lelaki idealnya pada seseorang yang sedang mencoba mengetahui hal itu.  Si mahasiswi senior ini mencoba mengkomunikasikan kosepnya, dan temannya mencoba menangkap (to attain) konsep itu.  Pada akhirnya, di tengah-tengah pendeskripsiannya temannya menyela:
“Ah, saya tahu! Ia berkata.  “Kamu menyukai lelaki pendek yang suka tertawa, dan kamu cenderung menjauhi laki-laki yang yang sangat baik dan sangat pintar.”
“Kamu sudah menangkapnya, tapi bagaimana kamu bisa tahu?”
“Sepanjang waktu ketika kamu sedang berbicara, saya selalu berpikir tentang mengapa kamu menempatkan masing-masing laki-laki kedalam sebuah daftar pilihan.  Secara bertahap, saya mulai mendapatkan gagasan yang mendasari pilihan kamu itu.  Misalnya, kebanyakan dari laki-laki yang terpilih banyak tertawa dan pendek, dan hanya seorang mahasiswa yang baik, dan ia memperoleh nilai ujian dengan belajar keras dan memilih pelajarannya dengan penuh perhitungan.”
Proses yang digunakan oleh seorang juru-tebak adalah salah satu dari proses penguasaan/penangkapan kosep, “pencarian dan pendaftaran ciri-ciri yang dapat digunakan untuk membedakan contoh-contoh dari yang bukan contoh-contoh dari berbagai kategori.”  Ciri-ciri pembeda konsep dalam kasus ini adalah “banyak tertawa” dan “pendek.”  Dalam penangkapan-konsep konsepnya sudah tersedia.  Dalam kasus laki-laki pilihan dan bukan pilihan di atas, tugasnya adalah menentukan dasar dari contoh-contoh “ya” dan “tidak.”  Berbeda halnya dengan pembentukan konsep yang adalah kegiatan pembentukan kategori-kategori baru; pembentukan konsep merupakan kegiatan penemuan/penciptaan (invention).  Jika kedua mahasiswa senior itu sudah menyusun daftar nama-nama dari semua laki-laki yang mereka kenal dan kemudian mengelompokkan laki-laki ini sesuai dengan kesamaan-kesamaannya, kedua senior ini terlibat dalam kegiatan pembentukan konsep.
Menurut Bruner, aktivitas kategorisasi  sesungguhnya memiliki dua komponen, kegiatan pembentukan konsep dan kegiatan penguasaan konsep.  Ia menyatakan bahwa pembentukan konsep merupakan langkah pertama kearah penguasaan konsep.  Perbedaan antara pembentukan konsep dan penguasaan konsep, meskipun tidak kentara, bersifat penting karena:  (1) kepentingan dan tekanan dari kedua bentuk ketegorisasi ini berbeda;  (2) langkah-langkah dari kedua proses berpikir ini tidak sama;  dan (3) kedua proses mental ini mempersyaratkan proses pengajaran yang berbeda.  Model Berpikir Induktif Hilda Taba adalah sebuah contoh dari sebuah strategi pembentukan konsep.  Dalam model ini para siswa mengelompokkan contoh-contoh atas suatu dasar dan membentuk kelompok-kelompok itu sebanyak yang mereka inginkan.  Masing-masing kelompok ini mengilustrasikan sebuah konsep yang berbeda.  Dalam penguasaan konsep hanya ada satu konsep.  Dengan menggunakan petunjuk-petunjuk yang dipasok oleh guru, para siswa mencoba menentukan identitas dan definisi dari konsep itu.

Pengajaran Penguasaan Konsep

Persyaratan untuk pengajaran penguasaan konsep adalah minimal:  sesusunan contoh-contoh yang sama dalam beberapa hal dan berbeda dalam hal-hal lainnya.  Seseorang menghadapi contoh-contoh ini dan harus menemukan atau diminta menunjukkan masing-masing contoh apakah mewakili konsep yang harus dikuasai atau tidak.  Masing-masing contoh menyediakan informasi potensial tentang karakteristik atau ciri dari konsep yang harus dikuasai.
Proses pemilahan contoh-contoh yang berlabel “ya” dan “tidak” adalah sebuah peristiwa dari permainan penguasaan konsep.  Transkrip di bawah ini memperlihatkan seorang guru menggunakan permainan penguasaan konsep dengan sebuah konteks yang relatif sederhana.

Seorang guru (di AS) menyajikan daftar kata-kata berlabel “ya” dan “tidak” di bawah ini kepada para siswa berusia enam tahun:

FAT ya

FATE tidak

MAT ya

MATE tidak

RAT ya

RATE tidak

Saya mempunyai sebuah daftar di sini.  Perhatikan bagaimana sejumlah kata dapat memiliki label “ya” dan sejumlah kata lainnya dapat memiliki label “tidak.” Kemudian cobalah tebak daftar kata-kata di bawah ini, mana yang seharusnya berlabel “ya” dan mana yang “tidak.”

KITE

CAT

DATE

HAT

LATE

RAP

Sebelum menyajikan sejumlah contoh kepada para siswa, guru hendaknya sudah menganalisis konsepnya, pertama-tama mengidentifikasi ciri-ciri esensialnya.  Kemudian memilih dengan cermat contoh-contoh, memastikan bahwa setiap contoh positif mengandung semua atribut dari konsepnya.  Guru juga memutuskan bahwa tidak terdapat informasi yang tidak perlu dan mengacaukan dalam contoh-contoh atau informasi yang disajikan.
Biasanya, atribut-atribut dalam contoh-contoh yang kita jumpai dalam kehidupan harian tidak begitu jelas.  Misalnya, di toko bahan makanan, buah-buahan dikemas dalam kotak-kotak dalam kotak-kotak atau dibungkus oleh kertas tisu.  Bayangkanlah diri anda untuk sesaat bahwa anda seorang anak kecil yang menyertai ayah anda ke toko bahan makanan itu.  Anda belum memiliki konsep-konsep tentang berbagai buah-buahan ini.  Bagaimana anda akan mengetahui bahwa bukan kotak atau kertas tisu yang merupakan suatu ciri esensial dari konsep apel atau jeruk?  Kemasan, sama halnya seperti bentuk, warna, dan rasa, adalah sebuah atribut dari contoh-contoh yang anda jumpai, tetapi, seperti harganya, kemasan bukanlah atribut esensial konsep buah-buahan.  Ciri-ciri nir-esensial tersebut merupakan noisy attributes (atribut kebisingan, pengganggu) dari suatu konsep, yang menambah kesulitan untuk menemukan ciri-ciri esensial dari konsep tersebut.
Ketika kita sedang mengajari para siswa konsep-konsep baru, upayakan untuk menyingkirkan “kebisingan” dari contoh-contoh yang kita sajikan kepada mereka.  Hal ini relatif mudah untuk dilakukan apabila contoh-contoh konsepnya adalah benda-benda atau kata-kata singkat seperti dalam contoh pengucapan vokal di atas.  Dalam kehidupan nyata, data yang menjadi sumber konsep bersifat jauh lebih kompleks.  Datanya dapat berupa keseluruhan buku, film, atau artikel-artikel koran.  Guru-guru sekolah menengah bekerja dengan konsep-konsep yang khususnya kompleks dan abstrak, seperti “budaya”, “protagonis,” dan “figur tragis.”  Untuk konsep-konsep yang kompleks ini, atribut-atribut dan nilai atributnya tidak jelas, dan contoh-contohnya sering berisi atribut-atribut pengganggu.  Sebuah ilustrasi mengenai sebuah konsep yang lebih sulit dengan contoh-contoh pengganggu dapat dilihat dalam ilustrasi yang berikut.  Seorang guru sudah membagikan beberapa lembar kertas yang memuat beberapa paragraf singkat.  Mereka ini sudah mengalami prosedur-prosedur penguasaan konsep sebelumnya.

Guru:   Masing-masing bacaan yang berikut diberi label ya atau tidak, bergantung pada apakah bagian bacaan itu mewakili sebuah konsep yang ada dalam pikiran ibu.  Ketika kamu membaca bacaan-bacaan itu, pikirkan konsep-konsep yang mungkin diwakili oleh bacaan-bacaan yang berlabel ya.  Atribut-atribut yang relevan dengan konsep yang dimaksud adalah tindakan-tindakan orang antara yang satu dengan yang lainnya dalam mengkomunikasikan perasaannya.  Kamu boleh mencatat atribut- atribut dari masing-masing contoh di bagian tepi kertas ini.  Silakan baca contoh pertama ini. 

CONTOH SATU
Sekelompok anak-anak sedang bermain di lapangan bermain.  Seorang anak melakukan kesalahan yang menyebabkan kubu kelompok lawan memenangkan sebuah poin.  Anak-anak yang lainnya mengerumuni anak yang berbuat kesalahan itu, memarahinya. Seseorang anak membelanya.  Secara bertahap, keriuhan mereda, dan mereka semua kembali ke permainan. (ya)

Guru: Bacaan di atas menyediakan sebuah contoh dari konsep tersebut.  Apa konsepnya?  Apakah perdebatan, atau kemarahan, atau hukuman, atau permainan yang dimainkan?  Apa kemungkinan-kemungkinannya?  Mari kita beralih ke bacaan yang berikutnya, yang tidak memuat konsep yang dimaksud.

CONTOH DUA
Empat orang anak sedang duduk di lantai sebuah ruangan.  Lantainya dilapisi dengan sebuah karpet, di atasnya mereka bermain kelereng.  Pada saat tertentu, terdapat suatu pertengkaran. Bagaimanapun, masalahnya segera dibereskan, dan permainan dimulai lagi.  (tidak)

Guru: Bacaan ini tentang sebuah permaian, maka kita harus menyingkirkan permainan yang dimainkan sebagai suatu ungkapan komunikasi emosi. Terdapat sebuah perdebatan, maka kita harus menyingkirkan kemungkinan ini.  Apa konsep-konsep lainnya yang dicontohkan dan yang tidak dicontohkan dalam bacaan ini dan bacaan yang sebelumnya? Sekarang mari kita beralih pada contoh lain yang menyajikan konsep kita ini.

CONTOH TIGA
Ini adalah sat-saat yang tidak menyenangkan.  Seorang ibu yang sedang resah menidurkan anak-anaknya.  Ia mendapatkan seorang anaknya belum menggosok gigi. Si ibu ini memarahi anak itu, menyuruhnya kembali ke kamar mandi dan menggosok giginya.  Ketika ia kembali, si ibu tersenyum, anak-anak bergerak perlahan ke tempat tidur, dan lampu dimatikan.  (ya)

Guru: Apa konsepnya?  Apakah hukuman?  Mungkinkah pemecahan konflik? Mari kita memperhatikan sebuah bacaan lagi yang menyajikan konsep yang dimaksud itu?

CONTOH EMPAT
Di sebuah arena balap, seorang anak laki-laki melintasi garis finis jauh mendahului para pesaingnya dalam balapan satu mil.  Dua pembalap berikutnya mendekati garis itu, mengerahkan segala cara untuk memperebutkan tempat kedua.  Ketika mereka beristirahat setelah balapan itu, orang tua dan teman-teman mereka mengerumuni mereka, memuji-muji perjuangan mereka. (ya)

Guru: Kita harus menyingkirkan hukuman, karena tidak ada dalam contoh ini.  Jika kita mengembangkan sebuah konsep yang lebih umum, seperti “hal-hal yang orang-orang lakukan untuk mempengaruhi tingkah laku orang lain,”  atau sebuah konsep yang mencakup “kesetujuan dan ketidaksetujuan,”  maka kita sudah mengidentifikasi prinsip yang mendasari pilihan-pilihan kita.  Konsepnya ialah “sangsi” (ungkapan setuju dan tidak setuju).  Contoh-contoh positif mengandung atribut-atribut dalam bentuk tingkah laku pemberian penghargaan dan hukuman yang khusus. Contoh yang berlabel-tidak tidak mengandung atribut apapun yang relevan dengan kesetujuan dan ketidaksetujuan, tapi semua contoh yang lainnya (contoh-contoh berlabel ya) mengandung atribut tersebut.          

Teori Konsep

Bruner melihat suatu konsep sebagai memiliki lima unsur:  (1) nama;  (2) contoh-contoh (positif dan negatif);  (3) atribut-atribut/karakteristik-karakteristik (esensial dan tak-esensial);  (4) nilai atribut;  dan (5) definisi.  Memahami sebuah konsep artinya mengetahui semua unsur konsep ini.
Nama ialah istilah yang diberikan pada sebuah kategori.  Contoh positif ialah acuan konkrit dari suatu konsep dan contoh negatif ialah acuan konkrit yang tidak dapat dimasukkan kedalam sebuah konsep.  Apel ialah sebuah nama untuk sebuah kategori buah-buahan tertentu.  Contoh positif apel ialah apel ke-1, apel ke-2, apel ke-3, dan seterusnya yang kebetulan ada di sebuah meja (misalnya).  Contoh negatif dari apel ialah kesemek ke-1, kesemek ke-2, kesemek ke-3, dan seterusnya yang juga kebetulan ada di sebuah meja tersebut.
Unsur ketiga dan keempat dari konsep ialah atribut dan nilai atribut.  Atribut ialah ciri-ciri atau karakteristik-karakteristik umum yang menyebabkan kita menempatkan contoh-contoh kedalam kategori yang sama dan tidak kedalam kategori yang lainnya.  Apa yang menyebabkan kita menempatkan apel ke-1, apel ke-2, apel ke-3, dan seterusnya kedalam kategori apel?  Barangkali ukuran, warna, rasa, susunan seratnya yang menyebabkan kita mengelompokkannya sebagai apel.  Tidak semua ciri bersifat esensial sekalipun kita sering menjumpainya sebagai selalu menyertainya.  Misalnya, di pasar raya kita selalu menjumpai apel-apel yang selalui disertai dengan harganya.  Bagaimanapun harga apel bukanlah ciri pokok dari apel.  
Konseptualisasi akan lebih mudah jika objek-objek dan peristiwa bersifat lebih baku.  Pepohonan berbeda-beda dalam ukuran, ukuran lilitan, dan berat jenisnya.  Apel tidak memiliki warna tunggal.  Dalam hal ini kita berbicara tentang rentang nilai dari suatu atribut.  Warna apel barangkali terentang dari hijau ke merah.
Pada akhirnya, definisi ialah pernyataan yang mengungkapkan atribut-atribut esensial dari suatu konsep.  Contohnya:  segitiga ialah bangun datar dengan tiga sisi;  penganan ialah produk yang dapat dimakan yang merupakan kombinasi dari sejumlah bahan mentah dan diiubah melalui panas atau dingin.  Sebuah definisi biasanya berkembang dipenghujung proses penguasaan konsep.  Guru biasanya sering menggunakannya sebagai sebuah sarana yang hendaknya digunakan siswa untuk meringkas temuan-temuan mereka tentang atribut-atribut.  Sebuah definisi yang “tepat” mencerminkan penggunaan unsur-unsur konsep yang lainnya secara berhasil.

Definisi, konotatif dan denotatif

Bruner menyatakan bahwa definisi ialah pernyataan yang mengungkapkan atribut-atribut esensial dari suatu konsep.  Ajaran logika yang klasik mengajari kita tentang definisi konotatif dan denotatif.  Diharapkan ajaran logika ini turut membantu melengkapi teori Bruner tersebut.  Definisi kononatif ialah definisi yang menyatakan genus (kelas/kategori) dan ciri esensial dari suatu konsep.  Dalam kasus definisi segitiga di atas, genus dari segitiga ialah bangun datar;  dan ciri esensialnya ialah bangun datar dengan tiga sisi.  Adapun definisi denotatif ialah rumusan penjelasan suatu konsep yang menunjukkan acuan konkrit (contoh positif) dari konsep tersebut.  Dalam kasus segitiga ini, definisi denotatifnya disampaikan melalui gambar segitiga.   

MODEL MENGAJAR

Model Penguasaan Konsep yang pertama ialah penguasaan konsep  dalam kondisi resepsi.  Sebuah variasi yang kedua dari model ini ialah permainan penguasaan konsep di bawah kondisi seleksi, dan variasi yang ketiga adalah analisis konsep dalam data nir-organisasi.  Model Resepsi lebih langsung dalam mengajari siswa unsur-unsur sebuah konsep.  Model Seleksi memungkinkan siswa menerapkan aktivitas konseptual secara lebih aktif.  Model yang ketiga merupakan transfer teori konsep dan kegiatan penguasaan konsep pada latar kehidupan nyata dengan menggunakan data nir-organisasi.

Model Berorientasi-Resepsi

Tahap-tahap dan kegiatan-kegiatan Model Resepsi diringkas dalam tabel di bawah ini.

Sintaks      Tahap satu melibatkan penyajian data kepada pebelajar.  Masing-masing satuan data adalah sebuah contoh atau bukan-contoh dari suatu konsep.  Datanya dapat berupa peristiwa-peristiwa, orang-orang, benda-benda, cerita-cerita, gambar-gambar, atau satuan lainnya.  Para pebelajar diberitahu bahwa terdapat sebuah gagasan yang dimiliki oleh semua contoh positif;  tugas mereka adalah mengembangkan sebuah hipotesis tentang konsep tersebut.  Contoh-contoh disajikan secara beraturan dan diberi label ya atau tidak.  Para siswa diminta membandingkan dan membuktikan atribut-atribut dari berbagai contoh-contoh.  (Guru atau para siswa dapat membuat catatan tentang atribut-atribut itu.)  Akhirnya, mereka diminta menyebutkan konsep mereka dan menyatakan definisi konsepnya sesuai dengan atribut-atribut esensialnya.  (Hipotesis mereka tidak dikonfirmasi hingga tahap berikutnya, dan dengan sejumlah konsep para siswa dapat tidak mengetahui nama konsepnya, yang dapat tersedia ketika konsepnya dikonfirmasi.)
Dalam tahap dua, para siswa menguji penguasaan konsep mereka, pertama dengan mengidentifikasi secara tepat contoh-contoh tambahan yang tanpa label dan kemudian dengan mengupayakan contoh-contoh sendiri.  Setelah hal ini guru (dan siswa) mengkonfirmasi atau menolak  hipotesis asli mereka, memperbaiki pilihan mereka mengenai konsep atau atribut sesuai dengan keperluannya.
Dalam tahap tiga, para siswa mulai menganalisis strategi-srategi yang mereka gunakan untuk menguasai/menangkap konsep.  Sebagaimana sudah ditunjukkan sejumlah siswa pada awalnya mencoba konstruk-konstruk yang luas dan secara bertahap mempersempitnya;  siswa lainnya memulai dengan konstruk-konstruk yang lebih tegas.  Para siswa dapat mendeskripsikan pola-pola mereka:  apakah mereka memusatkan perhatian pada atribut-atribut atau konsep-konsep, apakah mereka berbuat demikian  sekali pada sebuah waktu atau beberapa kali sekaligus, dan apa yang terjadi ketika hipotesis mereka tidak terkonfirmasi.  Apakah mereka mengubah strategi mereka?  Secara bertahap, mereka dapat membandingkan efektivitas berbagai strategi.

Sistem Sosial     Sebelum mengajar dengan Model Resepsi, guru memilih suatu konsep, memilih dan mengorganisasi material menjadi contoh-contoh positif dan negatif, dan meruntunkan contoh-contoh.  Banyak bahan pengajaran, khususnya buku ajar, tidak dirancang deangan sebuah cara yang berkaitan dengan hakikat belajar konsep sebagaimana dideskripsikan oleh psikologiwan pendidikan.  Dalam banyak kasus guru-guru akan harus mempersiapkan contoh-contoh, mengambil gagasan-gagasan dan material dari buku-buku teks dan sumber lainnya, kemudian merancangnya sedemikian rupa hingga atribut-atributnya jelas dalam hubungannya dengan contoh-contoh positif dan negatif.  Ketika menggunakan Model Resepsi, guru bertindak sebagai mesin perekam, merekam hipotesis-hipotesis (konsep-konsep) dan atribut-atribut ketika para siswa berbicara.  Guru juga memasok contoh-contoh tambahan sesuai dengan kebutuhan.  Tiga fungsi utama guru selama kegiatan penguasaan konsep berorientasi-resepsi adalah merekam, memberi petunjuk (cue), dan menyajikan data tambahan.  Bagi pemula dalam pemanfaatan penguasaan konsep, bahan dan kegiatan yang sangat terstruktur bersifat membantu.

Prinsip Reaksi    Selama kegiatan belajar-mengajar guru hendaknya bersikap mendukung hipotesis-hipotesis siswa—menekankan, bagaimanapun, makna hipotesis yang bersifat hipotetis—dan menciptakan suatu dialog untuk menguji masing-masing hipotesis.  Dalam tahap akhir model ini, guru hendaknya mengalihkan perhatian para siswa ke arah analisis konsep-konsep mereka dan strategi-strategi berpikir mereka, juga disini sikap guru hendaknya mendukung.  Guru hendaknya mendorong analisis kebaikan berbagai strategi daripada berupaya mencari sebuah strategi yang terbaik untuk semua oraang dalam semua situasi.

Sistem Pendukung     Pelajaran penguasaan konsep mempersyaratkan material yang sudah dirancang agar konsp-konsep tersajikan dalam material itu, dengan contoh-contoh positif-negatif yang dapat ditunjukan kepada para siswa.  Hendaknya ditekankan bahwa tugas siswa dalam strategi penguasaan konsep bukanlah menciptakan konsep-konsep baru, tapi menguasai konsep-konsep yang sebelumnya sudah dipilih guru.  Karena itu, sumber-sumber data perlu diketahui sebelumnya dan aspek-aspek kegiatan penguasaan konsep diperjelas.  Ketika para siswa disodori sebuah contoh, mereka mendeskripsikan karakteristik-karakteristiknya, yang kemudian dapat dicatat di sebuah kolom di papan tulis.


Model Berorientasi-Seleksi

Perbedaan utama antara Model Resepsi dengan Model Seleksi adalah dalam pelabelan dan peruntunan contoh-contoh.  Dalam Model Seleksi, sebuah contoh tidak diberi label hingga siswa diminta menjawab apakah ini sebuah contoh yang ya atau sebuah contoh yang tidak.  Perbedaan lainnya ialah bahwa para siswa dapat mengajukan contoh-contoh sendiri dalam rangka penguasaan konsep.  Para siswa juga mengontrol runtunan contoh-contoh dengan memilih contoh-contoh yang ingin mereka selidiki.  Penyelusuran dan analisis atribut-atribut dalam Model Seleksi dengan demikian tidak seformal seperti dalam Model Resepsi.  Para siswa dapat didorong untuk membuat catatan-catatan tentang hipotesis-hipotesis dan atribut-atribut mereka.  Pada umumnya, Model Seleksi menempatkan pertanggungjawaban untuk penguasaan konsep dan penyelusuran atribut-atribut di tangan para siswa.  Sintaksnya sama dengan Model Resepsi, tapi kegiatan-kegiatan dan peranan-peranan dalam tahap satu dan dua agak berbeda.

Model Material Nir-organisasi

Keuntungan yang sesungguhnya dari penguasaan konsep terjadi ketika kita mulai menerapkannya pada material yang tidak bersusunan untuk membantu kita menyadari atribut-atribut yang digunakan.  Pernyataan-pernyataan verbal mengenai konsep-konsep tampak pada keseluruhan material tertulis dan atribut-atribut yang menjadi sumber pemahaman konsepnya tidak selalu eksplisit.  Misalnya, perhatikanlah bacaan yang berikut yang berasal dari sebuah buku ajar sekolah menengah, yang disusun untuk mengajari para siswa atribut-atribut dari sebuah konsep tentang kebijakan militer AS, kebijakan pertahanan.

Sebagaimana dunia itu sendiri menunjukkan, pertahanan adalah sebuah kebijakan defensif. . . .
Kebijakan militer defensif kita bertumpu pada gagasan bahwa AS harus cukup kuat untuk menangkal serangan apapun dan tetap memiliki kekuatan untuk menghancurkan si penyerang.  Jika Kaum Komunis sadar bahwa kita dapat menghancurkan mereka bahkan ketika mereka melancarkan pukulan pertamanya, mereka tidak mungkin untuk melakukan suatu perbuatan agresif.
Dalam tahun-tahun baru-baru ini AS telah mengambil langkah-langkah yang berikut  untuk memastikan bahwa kita mampu menyerang balik setelah suatu serangan atomik:  pembangunan kapa selam Polaris, yang, karena mobilitasnya, tidak dapat dihancurkan secara gampang;  penyembunyian misil-misil antar benua . . .;  pembangunan sistem peringatan berdaya jangkau luas-dunia untuk menghadapi ancaman;  dan penyiagaan dua puluh empat jam pembom-pembom nuklir.
Sifat defensif kebijakan militer AS menciptakan kesulitan-kesulitan tertentu.  Suatu musuh tidak hanya dapat memilih waktu untuk melakukan serangan, ia juga dapat memilih tempat dan caranya.  Karena itu, AS tidak hanya harus memelihara pasukan-pasukan di banyak bagian dunia, tetapi AS juga harus memelihara kekuatan-kekuatan yang sangat mudah bergerak (mobile) yang dapat ditugaskan ke daerah bermasalah manapun dalam waktu singkat.  Masalah-masalah yang paling serius, dengan suatu cara, berkembang dari fakta bahwa Kaum Komunis bebas untuk memilih cara agresi mereka.  Karena mereka memilih untuk menyerang dari dalam, menggunakan kekuatan-kekuatan subversi dan gerilia, kita, juga, harus mendapatkan taktik-taktik baru.   Untuk kepentingan ini, AS telah menyelenggarakan pelatihan sejumlah pasukannya dalam perang gerilia.  Pemerintah kita telah mengirim kelompok-kelompok yang terlatih khusus demikian ke negara-negara sekutu yang membutuhkan bantuan dalam memerangi pemberontak-pemberontak komunis.  Di Vietnam Selatan, misalnya, pasukan-pasukan khusus Amerika telah mengambil suatu peranan penting dalam peperangan melawan pejuang-pejuang gerilia Komunis.

Konsep kebijakan (pertahanan) militer defensif di sini dideskripsikan dalam bentuk-bentuk beberapa atribut.  Dapatkah anda mengidentifikasi konsep-konsep tambahan dan atribut-atribut yang terkait dalam bacaan itu?
Untuk contoh yang lainnya, mari kita memperhatikan dua konsep tentang kriminalitas yang terdapat dalam literatur profesional.  Atribut-atributnya dicetak miring.

Secara tradisional seorang penjahat dikaitkan dengan karakteristik-karakteristik yang tegas dan istimewa dari motivasi dan fisik, mental, dan sosial.  Secara historis, kejahatan dianggap berasal dari kebejatan moral  bawaan, hasrat akan kejahatan dalam abnormalitas konstitusional, defisiensi mental, psikopatologi, dan banyak kondisi lainnya yang lekat pada individu.  Dengan hal ini para penjahat diberi makna sebagai sebuah kelas sosial yang tersendiri, secara kualitatif berbeda dari penduduk lainnya.

Atribut-atribut yang dominan dari kejahatan dideskripsikan di sini sebagai bersifat personal—penjahat adalah sebuah jenis pribadi yang berbeda dari yang bukan penjahat.  Bandingkan hal ini dengan konsep dalam bacaan yang berikut tentang lima bersaudara nakal (delinquent):

Karier kenakalan kelima bersaudara itu berasal dalam praktek-praktek  kelompok bermain dan geng yang pernah mereka alami ketika anak-anak.  Pada awalnya perbuatan mencuri adalah peranan dari drama kehidupan jalanan yang tak terbedakan.  Dari permulaan-permulaan yang sederhana ini, kelima bersaudara itu bergerak maju dalam mencuri, melalui sarana sosial, ke arah bentuk-bentuk  yang lebih rumit, lebih serius, dan lebih khusus.   Situasi dalam masyarakat sekitar tempat tinggal tidak hanya gagal menawarkan penolakan yang terorganisasi terhadap perkembangan ini, tetapi mengandung unsur-unsur yang mendorong kejahatan itu dan menjadikan perbuatan apapun lainnya menjadi sulit.

Konsep yang dikaitkan dengan kata penjahat sekarang memiliki atribut-atribut sosial daripada personal.  Bacaan-bacaan ini, sesungguhnya, berhasil dalam membantu kita mempertentangkan dua konsep kejahatan.
Prosedur untuk penganalisisan konsep-konsep dalam material yang nir-organisasi melibatkan (1) penentuan konsep (misalnya, kebijakan pertahanan);  (2) pengidentifikasian atribut-atribut yang digunakan;  (3) diskusi kecukupan dan kesesuaian atribut-atribut;  dan (4) pembandingan contoh-contoh dengan bacaan lainnya yang menggunakan konsep yang sama.  Pada umumnya, gerak maju pada penganalisisan konsep-konsep dalam material nir-organisasi adalah bagian dari suatu runtunan pengajaran dalam kegiatan penguasaan konsep.  Versi ketiga penguasaan konsep ini jauh lebih merupakan diskusi kelompok daripada sebuah kegiatan pengajaran seperti dalam variasi resepsi dan seleksi.  Peranan guru ialah memfasilitasi diskusi dan memastikan bahwa diskusi memusat pada perkembangan konsep dalam material.


Penerapan

Tiga Model Mengajar Penguasaan Konsep telah disajikan:  Model Resepsi, Model Seleksi, dan Model Material Nir-Organisasi.  Tiga model ini membentuk suatu kontinuum dari pengajaran langsung di bawah kondisi-kondisi yang distrukturkan oleh guru hingga pengajaran tidak langsung yang kontrol ada di tangan siswa dan penerapan pengajaran dalam situasi yang natural.
Penggunaan suatu model menentukan bentuk kegiatan-kegiatan belajar tertentu.  Misalnya, jika tekanan ialah pada penguasaan sebuah konsep baru guru hendaknya menekankan melalui pertanyaan-pertanyaan atau komentar-komentarnya atribut-atribut dalam masing-masing contoh (khususnya contoh-contoh positif) dan label konsep.  Jika tekanan pada proses induktif, guru hendaknya menyediakan sedikit petunjuk dan mendorong siswa untuk partisipatif dan tekun.  Isi (konsep) tertentu bisa jadi kurang penting daripada partisipasi dalam proses induktif;  konsepnya bisa jadi sudah diketahui siswa.  Jika tekanan adalah pada analisis berpikir, sebuah sample singkat kegiatan penguasaan konsep dapat dikembangkan agar lebih banyak waktu dicurahkan pada analisis berpikir.
Model Penguasaan Konsep dapat digunakan pada semua umur dan jenjang kelas.  Kami sudah melihat guru-guru menggunakan model ini secara sangat berhasil dengan anak-anak TK, yang menyukai tantangan kegiatan induktif.  Bersama anak-anak usia dini konsep dan contoh-contohnya harus relatif sederhana, dan pelajarannya sendiri harus pendek dan sangat diarahkan guru.  Kurikulum yang khas untuk anak-anak usia dini berisi konsep-konsep konkrit yang mendukung metodologi penguasaan konsep.  Tahap analisis strategi berpikir (tahap tiga) bersifat tidak mungkin dilakukan dengan anak-anak yang sangat dini usianya, namun banyak siswa SD jenjang akhir akan responsif terhadap jenis kegiatan refleksif ini.
Ketika model ini digunakan pada pendidikan anak usia dini, material untuk contoh-contoh sering tersedia dan mempersyaratkan sedikit transformasi untuk penggunaannya sebagai contoh-contoh.  Benda-benda di kelas, cuisinaire rods, gambar-gambar, dan beragam wujud benda dapat ditemukan di hampir semua ruang kelas anak usia dini.  Sementara membantu anak-anak bekerja secara induktif dapat merupakan tujuan yang penting itu sendiri, guru hendaknya juga memiliki tujuan-tujuan yang lebih khusus untuk dicapai melalui penggunaan model ini.
Di jenjang sekolah menengah strategi seleksi dan strategi data nir-organisasi akan lebih bermanfaat daripada di jenjang sekolah dasar.  Juga, penyajian model ini mungkin untuk menjadi kurang formal.  Sebagaimana dengan semua model, kami mendorong guru-guru untuk mengambil esensi dari model ini dan memadukannya kedalam gaya dan bentuk mengajar guru yang natural.  Dalam kasus penguasaan konsep, adalah relatif mudah (dan berpengaruh secara intelektual) untuk memadukan gagasan-gagasan Bruner tentang hakikat konsep kedalam penyajian-penyajian pengajaran dan kegiatan-kegiatan penilaian.  Kami sudah melihat para mahasiswa kami sendiri menjadikan gagasan-gagasan tersebut sebagai sebuah bagian yang natural dari pengajaran konsep mereka.
Model Penguasaan Konsep adalah sebuah alat yang unggul ketika guru-guru ingin menentukan apakah gagasan-gagasan yang penting yang sudah diajarkan sebelumnya sudah dikuasai atau belum.  Secara cepat tampaklah kedalaman pemahaman siswa dan memperkuat pengetahuan yang sebelumnya.
Model ini juga dapat bermanfaat dalam pembukaan sebuah bidang konseptual yang baru.  Misalnya sebuah unit eksplorasi konsep budaya dapat dimulai dengan serangkaian pelajaran penguasaan konsep yang diikuti oleh simulasi para siswa yang mengalami permasalahan yang orang-orang dari sebuah budaya alami ketika mereka pertama berkenalan dengan orang-orang dari budaya yang berbeda.  Dari pengalaman ini, para siswa dipersiapkan untuk membaca tentang budaya yang berbeda-beda.
Dengan demikian, Model Penguasaan Konsep tidak hanya dapat memperkenalkan serangkaian besar penyelidikan terhadap bidang-bidang yang penting, tapi juga dapat menambah nilai bagi kegiatan induktif yang sedang dilakukan.  Pelajaran-pelajaran penguasaan konsep yang menyediakan konsep-konsep yang penting dapat disisipkan kedalam kegiatan induktif.  Misalnya, dalam unit-unit studi sosial, konsep-konsep seperti “demokrasi,” “sosialisme,” dan “kapitalisme” dapat disisipkan secara berkala kedalam unit-unit.  Jika sebuah konsep bersifat kontroversial, guru dapat menyajikan beberapa interpretasinya, yang kemudian dapat diperdebatkan para siswa.  Debat-debat yang demikian biasanya merupakan motivator-motiovator yang hebat untuk penyelidikan lebih lanjut tentang materi subjek yang dipertanyakan.                      

TIGA MODEL MENGAJAR PENGUASAAN KONSEP


MODEL BERORIENTASI-RESEPSI

MODEL BERORIENTASI-SELEKSI

MODEL MATERIAL
NIR-ORGANISASI
Sintaks (Rancangan Aktivitas)
Sintaks
Sintaks
TAHAP I  
PENYAJIAN DATA DAN IDENTIFIKASI KONSEP:
Guru menyajikan contoh-contoh berlabel.
Para siswa membandingkan atribut-atribut dalam contoh-contoh positif dan negatif.
Para siswa membuat dan menguji hipotesis-hipotesis
Para siswa merumuskan sebuah definisi sesuai dengan atribut-atribut esensial.
TAHAP I
PENYAJIAN DATA DAN IDENTIFIKASI ATRIBUT:
Guru menyajikan contoh-contoh tanpa label.
Para siswa menyelidiki contoh-contoh mana yang positif, termasuk contoh-contoh mereka sendiri.
Para siswa menyusun dan menguji hipotesis-hipotesis
TAHAP I
DESKRIPSI KONSEP SEBAGAIMANA ADANYA:
Menentukan dan melabeli konsep.
Mengidentifikasi atribut-atribut yang digunakan.
TAHAP II
PENGUJIAN PENGUASAAN KONSEP:
Para siswa mengidentifikasi contoh-contoh tambahan yang tanpa label.
Guru mengkonfirmasi hipotesis-hipotesis, menamai konsep, dan menyatakan ulang definisi sesuai dengan atribut-atribut esensial.
Para siswa mengupayakan contoh-contoh sendiri.
TAHAP II
PENGUJIAN PENGUASAAN KONSEP:
Para siswa menidentifikasi contoh-contoh tambahan tanpa label.
Para siswa menghasilkan contoh-contoh.
Guru mengkonfirmasi hipotesis-hipotesis:  menamai  konsep dan menyatakan ulang definisi sesuai dengan atribut-atribut esensial.
TAHAP II
EVALUASI KONSEP:
Mendiskusikan kecukupan dan kesesuaian konsep-konsep yang digunakan.
Membandingkan contoh-contoh dengan data lainnya yang menggunakan konsep yang sama.
TAHAP III
ANALISIS STRATEGI BERPIKIR:
Para siswa mendeskripsikan pikiran-pikirannya
Para siswa mendiskusikan peranan hipotesis-hipotesis dan atribut-atribut.
Para siswa mendiskusikan tipe dan jumlah hipotesis.
TAHAP III
ANALISIS STRATEGI BERPIKIR:
Para siswa mendeskripsikan pikiran-pikiran mereka.
Para siswa mendiskusikan peranan hipotesis dan atribut-atribut.
Para siswa mendiskusikan jenis dan jumlah hipotesis.


--
Sistem Sosial


Model ini memiliki struktur yang moderat.  Guru mengontrol tindakan-tindakan, tetapi dapat dikembangkan menjadi dialog bebas.  Interaksi siswa diupayakan.  Secara relatif terstruktur dengan para siswa menjadi lebih berinisiatif untuk proses induktif ketika mereka memperoleh lebih banyak pengalaman dengan model ini (model-model penguasaan konsep yang lainnya bersifat kurang terstruktur).



--



--
Prinsip Reaksi


1.       Memberi dukungan tetapi menekankan sifat hipotetis diskusi.
2.       Membantu para siswa menyeimbangkan sebuah hipotesis melalui perbandingan dengan hipotesis lainnya.
3.       Memusatkan perhatian pada ciri-ciri khusus dari contoh-contoh.
4.       Membantu para siswa dalam diskusi dan evaluasi strategi-strategi berpikir.
5.                          



--



--
Sistem Pendukung


Dukungan terdiri atas materail dan data yang terpilih cermat dan terorganisasi dalam bentuk satuan-satuan yang diskrit yang berfungsi sebagai contoh-contoh.  Ketika para siswa menjadi lebih canggih, mereka dapat bekerja sama dalam penyusunan satuan-satuan data (sebagaimana dalam tahap dua, (“Mengupayakan Contoh-contoh”).


--


--

Sumber:

Joyce, Bruce dan Weill, Marsha, (1980), Models Of Teaching, Prentice-Hall, Inc., Englewood, New Jersey.
Weisman, Herman M., (1984), Basic Technical Writing, fourth Edition, Charles E. Marril Publishing Co., Ohio.  
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar